PAKAR IPB: PERUBAHAN IKLIM ANCAM STOK IKAN DI LAUT

Animalifenews.com – Kekayaan sumber daya pesisir Indonesia, seperti terumbu karang, lamun, dan pantai, yang memiliki nilai ekonomi tinggi, saat ini, menghadapi tantangan besar, termasuk perubahan iklim. Hal ini diungkapkan oleh Dr Perdinan, Pakar IPB University bidang Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. Dia menjelaskan bahwa perubahan iklim turut mempengaruhi ekosistem laut dan stok ikan di lautan.

Foto.Dr Perdinan-ipb.ac.id

“Perubahan iklim dapat mengganggu ketahanan dan hasil tangkapan ikan, serta memengaruhi komunitas pesisir, karena dapat menurunkan produktivitas perairan,” ungkap Dr Perdinan di Webinar Tani dan Nelayan Center (TNC)Talks 10, belum lama ini. 

Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University ini mengatakan, salah satu dampak perubahan iklim bagi ekosistem laut adalah penurunan kadar klorofil A yang berperan penting dalam kelimpahan ikan.

Seperti ditulis laman ipb.ac.id, ia juga menggarisbawahi pentingnya pemahaman tentang perubahan pola cuaca, seperti fenomena El Niño dan La Niña. Fenomena alam ini dapat mempengaruhi pergerakan ikan ke perairan yang lebih dalam dan menjauh dari pantai. 

Perdinan menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung kelestarian sumber daya laut dan pengelolaan yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang sedang dijalankan adalah Payment for Ecosystem Services, yang memungkinkan nelayan mendapatkan insentif dari pengelolaan ekosistem pesisir secara berkelanjutan. 

“Untuk itu, penting bagi kita memiliki informasi yang akurat tentang jumlah stok ikan dan kondisi ekosistem laut. Dengan kebijakan yang tepat, kita dapat memanfaatkan perubahan iklim untuk mendukung sektor perikanan dan mengembangkan industri turunan dari produk perikanan,” ujarnya.

Keluhan Nelayah Maluku

Salah satu nelayan kecil di Maluku, La Tohia menyampaikan keluhannya terkait kesenjangan yang masih mesti dihadapi nelayan di wilayahnya, salah satunya terkait bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

“Keterbatasan akses BBM bersubsidi sangat memengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan nelayan kecil,” curhatnya.

Ia mengungkap, dengan ukuran kapal satu gross ton (GT), para nelayan harus berlayar jauh demi mendapatkan tangkapan yang layak. Sementara kebijakan pemerintah terkait BBM bersubsidi dianggap belum mengakomodasi kebutuhan riil di lapangan.

“Kami sering kali harus mencari ikan di zona tangkap yang jaraknya bisa mencapai 30 hingga 40 mil laut. Sementara untuk mendapatkan insentif atau nilai jual layak, kebijakan pemerintah menetapkan ukuran tangkapan di atas 12 GT. Ini tentu tidak sesuai dengan realitas kami di lapangan,” ungkapnya.

La Tohia berharap pemerintah dapat menyusun kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada nelayan kecil, terutama di wilayah-wilayah kepulauan seperti Maluku, yang memiliki karakteristik geografis dan tantangan logistik yang berbeda dibandingkan daerah lain di Indonesia.

Prof Hermanu Triwidodo, Kepala TNC IPB University, mengungkapkan, kegiatan ini salah satu komitmen TNC dalam mendukung perikanan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan nelayan. (Dda)

 

Posting Komentar

0 Komentar