Animalifenews.com - Direktur Kemitraan dan Relasi Global Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Puji Astuti, S.Si., M.Sc., Apt. mengatakan, Indonesia sangat kaya akan potensi energi terbarukan dan diakui oleh dunia global, sayangnya potensi tersebut belum dimaksimalkan.
“Transisi
energi ini tidak hanya membuka peluang di bidang bisnis, tapi juga bagaimana
upaya ini menjadi sustainable,” ujar Puji saat membuka Roadshow Shell
LiveWire Energy Solutions pada Rabu (23/4) di Fakultas Teknik UGM.
![]() |
Foto.Energi Tenaga Surya-esdm.sulbarprov.go.id |
Shell
Indonesia bekerja sama dengan UGM dan Institut Teknologi Bandung (ITB)
menggelar kegiatan ini dengan tema “Inovasi Teknologi untuk Energi Terbarukan”.
Dalam kegiatan ini menghadirkan pakar teknik industri dan sejumlah pengusaha di
bidang transisi energi. Kegiatan
ini menjadi upaya kampus untuk menjalin hubungan baik dengan sektor industri
melalui upaya transisi energi menuju Net Zero Emission.
Indonesia
memiliki target capaian Net Zero Emission di tahun 2050/2060 untuk
menghentikan seluruh penggunaan sektor batu bara sebagai sumber energi.
Disampaikan oleh Guru Besar Teknik Industri UGM, Prof. Ir. Alva Edy Tontowi,
M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng., biaya yang dibutuhkan untuk agenda tersebut
setara dengan dua kali lipat biaya sektor kesehatan.
“Realitanya,
kita butuh transisi. Tahun 2040 nanti, sebanyak 118 proyek coal (batu
bara) itu akan ditutup. Sedangkan kebutuhan energi terus meningkat,” ungkap
Alva.
Jika
ingin bertransisi, tentu ada inovasi yang harus dilakukan. Alva menegaskan,
sebuah inovasi tetap dibutuhkan sepanjang waktu. Tapi, tidak semua inovasi bisa
menjadi produk inovatif. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
menciptakan produk inovatif, termasuk kualitas produk, mampu menjawab kebutuhan
masyarakat, dan memiliki spesifikasi ideal.
“Energi
selalu dibutuhkan sepanjang masa. Populasi terus meningkat, kita juga
memasuki society 4.0 yang kebutuhannya berbeda dengan era
sebelumnya,” tambahnya seperti ditulis laman ugm.ac.id.
Ia
menyebutkan ada tiga potensi energi terbarukan yang paling utama di Indonesia
yakni hydroelectric, geothermal, dan energi surya. Namun
energi-energi tersebut, khususnya surya belum bisa menjadi sumber energi utama
bagi masyarakat, karena biaya manufaktur yang mahal. Ini merupakan tantangan
utama untuk menurunkan ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil.
“Problematika
transisi energi juga menyangkut stabilitas dan aksesibilitas. Energi baru terbarukan harus mampu
memenuhi kebutuhan dan dapat diakses oleh masyarakat, baik dari segi
infrastruktur maupun ekonomi,” ujarnya.
Populasi
Dunia Terus Bertambah
General
Manager B2B Lubricant Shell Indonesia, Farishadi Rukandi menyampaikan, transisi
energi menjadi bagian dari perkembangan dunia dan masyarakat. Ia menyebutkan,
sekarang ada 9 miliar populasi di dunia dan diperkirakan terus bertambah
menjadi 11 miliar sehingga kebutuhan akan sumber daya energi akan terus
meningkat. Ia berharap, generasi muda mampu membawa inovasi transisi energi dan
menjadi pionir di masa depan. “Kita bergerak ke masa depan dan Asia ini pasar
yang besar. Riset itu sektor yang penting untuk menumbuhkan
inovasi,” ujar Farishadi.
Perjalanan dari inovasi menuju produk yang bisa dinikmati masyarakat menurutnya bukanlah perkara mudah. Faris memberikan poin yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan inovasi. Inovasi tidak hanya seputar produk tapi juga skema pasar dan kerja sama. “Ada proses trial and errors sebelum produk dipasarkan. Oleh karena itu, kerja sama dan kolaborasi multisektor yang kuat dibutuhkan untuk mewujudkan inovasi yang adaptif dan berkelanjutan,” pungkasnya. (Dda)
0 Komentar