Animalifenews.com - Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di beberapa provinsi dinilai belum siap menjadi penyalur pupuk subsidi tahun 2025, diantaranya Sumatera Selatan. Hal ini disampaikan Ketua Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah IPB University, Prof Faroby Falatehan dalam konferensi pers yang dilakukan melalui Zoom Meeting, pekan lalu.
Berdasarkan
hasil survei yang dilakukan tim IPB University, Prof Faroby menyatakan, mayoritas
Gapoktan di Sumsel belum memenuhi tujuh indikator utama kesiapan penyaluran,
seperti legalitas, permodalan, administrasi, penyimpanan, serta teknologi
informasi.
![]() |
Foto.Prof Faroby Falatehan |
“Masalah kesiapan Gapoktan di Sumsel
mencapai 80-95 persen. Mereka hanya tergolong siap jika mendapatkan
pendampingan intensif,” ujarnya seperti ditulis di laman ipb.ac.id.
Hasil serupa juga ditemukan di Jawa
Barat dan Sulawesi Selatan. Bahkan, menurut Faroby, sebanyak 97 persen Gapoktan di ketiga
provinsi tersebut hanya dinilai siap bersyarat, yaitu dengan adanya pembinaan
dan penguatan kelembagaan.
Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa
apabila gapoktan tetap dipaksakan menjadi penyalur tanpa kesiapan yang memadai,
berpotensi terjadinya pelanggaran regulasi. Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 4 Tahun 2003,
yang mengatur bahwa penyalur pupuk subsidi wajib memiliki badan hukum dan Nomor
Induk Berusaha (NIB).
“Jika gapoktan tidak memiliki
legalitas formal, penyaluran pupuk bisa dianggap tidak sah dan berisiko
berhadapan dengan hukum,” tambahnya.
Pemerintah saat ini tengah
mengupayakan reformasi sistem distribusi pupuk subsidi agar lebih efisien
dengan melibatkan gapoktan langsung. Namun, belum tersedianya
regulasi teknis dan kesiapan infrastruktur di tingkat desa menjadi tantangan
tersendiri.
Selain itu,
hasil survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar gapoktan belum memiliki
sarana penyimpanan, pencatatan keuangan yang baik, serta sumber daya manusia
(SDM) yang mampu mengelola sistem distribusi pupuk secara profesional.
Sebagai
alternatif solusi, pemerintah mulai menggagas transformasi gapoktan menjadi
koperasi desa. Salah satu contoh yang telah direalisasikan adalah Gapoktan
Sidomulyo di Sleman yang kini resmi menjadi Koperasi Merah Putih. Transformasi
ini diharapkan dapat memperkuat legalitas dan kapasitas kelembagaan dalam
mengelola penyaluran pupuk subsidi ke depan.
Faroby
menekankan pentingnya pendampingan, pelatihan, dan pembenahan tata kelola agar
distribusi pupuk subsidi tidak menimbulkan ketidakpastian hukum maupun moral
hazard.
“Pemerintah
disarankan tidak terburu-buru menerapkan sistem ini secara menyeluruh. Paling
tidak dibutuhkan waktu enam bulan untuk uji coba, pembinaan, dan evaluasi
kesiapan tiap wilayah,” pungkasnya. (Dda)
0 Komentar