KEMENHUT SIAP TERTIBKAN BANGUNAN DI HULU DAS CILIWUNG DAN KALI BEKASI

Animalifenews.com –  Kawasan hutan yang seharusnya menjadi daerah resapan berubah fungsi menjadi pemukiman dan bangunan komersial, sehingga meningkatkan risiko banjir dan longsor. Sebagai langkah konkret, Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan – Januanto menyampaikan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN untuk melakukan penertiban kawasan hutan dalam penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS). Sasaran kegiatan di wilayah hulu DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi, dan lainnya.

Foto.Diskusi Media Briefing Kemenhut-ppid.menlhk.go.id

Menurut Januarto, fenomena bencana banjir yang melanda berbagai wilayah, khususnya di Jabodetabek, menjadi pengingat pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan, terutama di kawasan hutan pada hulu DAS. Keseimbangan ekosistem di tapak ini berperan penting dalam mengendalikan aliran air.

Pada media briefing di kantor Kementerian Kehutanan di Jakarta, Kamis (20/3), Dirjen  Januanto, menjelaskan secara analitik ada temuan alih fungsi lahan di kawasan hutan yang tidak terkendali di hulu DAS Ciliwung, Kali Bekasi, Cisadane, dan lain-lain yang turut memicu kekritisan kawasan dalam fungsinya untuk pengendalian tata air. 

“Kawasan hutan yang seharusnya daerah resapan justru berubah fungsi menjadi pemukiman dan bangunan komersial, sehingga meningkatkan risiko banjir dan longsor," terangnya.

Sebagai langkah konkret, Januanto menyampaikan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN untuk melakukan penertiban kawasan hutan dalam penyelamatan DAS. Sasaran kegiatan diarahkan di wilayah hulu DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi, dan lainnya.

"Giat operasi dilakukan pada 9-11 Maret, di seputaran wilayah Kabupaten Bogor, meliputi Kecamatan Cisarua, kawasan Sentul dan Jonggol. Giat operasi dilanjutkan pada 17-19 Maret di sepanjang DAS Cisadane,” katanya seperti ditulis dalam laman ppid.menlhk.go.id.

Dari hasil giat operasi penertiban kawasan hutan penyelamatan DAS, selanjutnya dilakukan pendalaman terkait banyaknya bangunan yang berdiri tanpa perizinan di bidang kehutanan yang masuk di dalam kawasan hutan produksi, bahkan di kawasan hutan lindung, dan konservasi.

“Kami telah memasang papan pengawasan serta meminta keterangan dari para pemilik bangunan maupun pemilik atau pelaku usaha yang diduga melanggar aturan. Selama proses penertiban dan penyelamatan kawasan hutan DAS, tim gabungan telah melakukan pemasangan papan pengawasan di 50 titik,” terang Januanto.

Lebih lanjut, dia juga menegaskan komitmen Kementerian Kehutanan dalam melakukan Perlindungan Hutan untuk meminimalisir berbagai pelanggaran dan tindak perusakan hutan.

“Upaya perlindungan hutan melalui penegakan hukum juga harus diimbangi upaya pemulihan fungsi hutan dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem," katanya.

Sebagai penutup, Januanto mengatakan upaya lanjutan untuk mengantisipasi kejadian bencana hidrometeorologi ke depan, perlu dilakukan sinergitas program mitigasi bencana oleh Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah di sepanjang DAS. Bagian hulu perlu dilakukan rehabilitasi hutan dan menertibkan alih fungsi hutan. Bagian tengah DAS dilakukan pemulihan ekosistem melalui kegiatan penanaman, pembangunan embung dan perbaikan tata ruang. Bagian hilir hingga muara perlu dilakukan pengerukan, perbaikan sungai, serta penananam hutan.

Penyebab Banjir

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Dyah Murtiningsih, mengatakan berdasarkan kajian bahwa memang penyebab banjir ini adalah alih fungsi lahan yang harusnya kawasan lindung, khususnya di Areal Penggunaan Lain (APL), ini yang kemudian menjadi kawasan yang terbangun. Dengan begitu lokasi tersebut menjadi kedap air, dimana harusnya berfungsi sebagai resapan, sehingga terjadi limpasan air.

"Selain itu, terdapat alur sungai yang menyempit. Kami menemukan ada alur sungai yang harusnya 11 meter, menyempit menjadi 3 meter di DAS Ciliwung, dan di atasnya sudah banyak pemukiman. Ini juga menyebabkan air melimpah," terangnya.

Kondisi seperti itu terjadi juga di kawasan DAS Kali Bekasi, dimana kondisinya sebagian besar pemukiman yang ditambah dengan kondisi sedimen sungai yang sangat banyak. Hal ini menyebabkan kapasitas tampung sungainya menjadi berkurang sehingga airnya melimpah.

Penyebab banjir lain yaitu fungsi drainase dan resapan air sangat minim. Hal ini yang menjadi penyebab banjir di empat DAS yaitu Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, dan Angke Pesanggrahan.

Lebih lanjut, Dyah menyampaikan langkah-langkah penanganan untuk mencegah banjir kembali terjadi. Di dalam kawasan hutan, pihaknya akan melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), dalam bentuk penanaman. Kemudian, menerapkan teknik konservasi tanah dan air dalam berupa DAM pengendali dan DAM penahan pada lokasi-lokasi dan kemiringan tertentu. Fungsi bangunan KTA ini untuk menahan sedimen, dan untuk mengendalikan air yang turun dari hulu.

Penanganan pada lokasi di APL juga sama, khususnya yang topografinya miring dilakukan RHL dengan tanaman vegetatif, dan bangunan sipil teknis

"Tentu saja hal ini tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak. Kita akan intensif kedepan melakukan penanaman. Kami akan mendukung dengan penyediaan bibit-bibit dari Persemaian Rumpin untuk penanaman baik di dalam maupun luar kawasan hutan," katanya.

Pihaknya juga mengusulkan perbaikan sistem drainase yang ada di sekitar pemukiman, pembuatan sumur resapan dan biopori. Selain itu, perlu dilakukan review tata ruang, khususnya pada kondisi topografi yang miring sebaiknya tetap fungsinya lindung meski di APL.

"Ini momen yang baik untuk semua pihak saling sinergi mengatasi bencana hidrometorologi dan mengambil langkah-langkah kedepan," ungkapnya. (Dda/Ril)

Posting Komentar

0 Komentar