PENANGANAN SAMPAH DI BALI: ‘BELAJAR DARI KEGAGALAN SKEMA JEMBRANA’

Animalifenews.com, 27 November – Sampah plastik telah menguatirkan semua pihak di dunia, salah satunya dari pihak lembaga swadaya masyarakat atau (NGO) Non Govermental Organization. Namun, penanganan sampah ini tidaklah mudah, tidak semua programnya berjalan mulus. Simak pengalaman Program Skema Jembrana dari The Alliance to End Plastic Waste (AEPW) atau Aliansi Mengakhiri Sampah Plastik di Bali.


Foto.Sampah plastik di Jembrana-theguardian.com-Greenpeace 


AEPW  yang meng-klaim telah banyak mendukung proyek-proyek di seluruh dunia dalam upaya membersihkan sampah plastik yang mencemari lingkungan.

Aliansi ini bekerja dengan organisasi mitra di negara-negara berkembang dalam mendukung inisiatif masyarakat, mengumpulkan dan mendaur ulang sampah plastik.

Namun, laman theguardian.com mengungkapkan salah satu proyek paling awal AEPW di Bali bahwa skema tersebut hanya mengumpulkan sebagian kecil sampah plastik yang ingin ditanganinya.

Berbasis di Jembrana, Bali barat, skema dari AEPW tersebut bertujuan untuk mengembangkan sistem sampah yang "mengubah hidup" yang melayani 160.000 orang. Sistem ini dirancang dan dilaksanakan oleh aliansi tersebut bermitra dengan Project STOP yang bertujuan untuk mendukung proyek-proyek pengelolaan sampah di Asia Tenggara.

Skema Jembrana mencakup layanan pengumpulan sampah rumah tangga, kampanye edukasi dan ember pemilahan untuk warga, serta fasilitas daur ulang baru tempat sampah diproses dan dijadikan kompos.

Fasilitas tersebut dibangun di dekat tempat pembuangan sampah yang sudah ada. Ketika Aliansi menyerahkan Project STOP Jembrana kepada pemerintah daerah dan masyarakat tahun lalu, mereka mengatakan bahwa mereka telah "mencapai keberlanjutan finansial". Namun, mereka melaporkan bahwa mereka hanya mengumpulkan kurang dari seperempat dari 2.200 ton plastik yang awalnya ingin mereka cegah masuk ke lautan setiap tahun.

Namun, ketika seorang reporter dari tim Unearthed Greenpeace mengunjunginya awal November ini, tempat itu dibanjiri sampah dari tempat pembuangan sampah yang berdekatan dan berjuang dengan mesin yang rusak serta keuangan yang buruk.

Organisasi lokal yang mengambil alih lokasi tersebut bersama pemerintah daerah telah terlilit utang dan tumpukan sampah di tempat pembuangan di sekitarnya lebih besar daripada saat Project STOP dimulai.

Proyek tersebut baru-baru ini mengumumkan rencana untuk membakar sampah di tungku semen – sebuah rencana yang menimbulkan kekhawatiran atas dampak polusi udara di masyarakat setempat.  Menurut para pegiat mengurangi minat untuk melakukan daur ulang.

Unearthed mendapat informasi dari para pekerja bahwa hanya 35 dari 53 kendaraan pengangkut sampah  yang masih beroperasi dan sisanya sering rusak.

“Sudah lama tidak ada armada untuk mengambil sampah dari rumah saya. Jadi saya masih menggunakan ember untuk mengumpulkan sampah, tetapi saya membakar sampah di belakang rumah saya,” kata warga Ni Luh Sumitri kepada Unearthed yang ditulis laman theguardian.com.

Peralatan pemilahan dan daur ulang sampah yang penting juga rusak sehingga menyebabkan tumpukan sampah semakin banyak di sekitar lokasi. Tumpukan sampah ini dilaporkan telah menyebabkan kebakaran, polusi, dan bau busuk yang sering terjadi.

Seorang pekerja tempat pembuangan sampah yang tak mau disebutkan namanya mengatakan kepada Unearthed bahwa asap pembakaran di tempat pembuangan sampah sering masuk ke rumah warga di malam hari.

Juru bicara AEPW mengatakan: “Kami mendanai portofolio proyek dengan berbagai ukuran dan sifat dengan tujuan membantu mengatasi tantangan sampah plastik serta mengembangkan pembelajaran untuk kegiatan di masa mendatang. ‘’

Seperti portofolio lainnya, kami menyadari bahwa proyek mungkin tidak berjalan sempurna atau mencapai tingkat keberhasilan sama. Jika proyek ini mudah, kami tidak akan memenuhi tujuan kami untuk mengembangkan solusi baru. Karenanya, kami tidak hanya mengukur kemajuan berdasarkan volume, tetapi juga melalui pendanaan proyek dan kemajuan dari apa yang kami harapkan sebagai solusi yang dapat diskalakan yang mungkin memiliki potensi untuk diskalakan.”

Kepala Badan Lingkungan Hidup Jembrana, Dewa Gede Ary Candra Wisnawa, mengatakan kepada Unearthed, pihaknya masih berusaha meningkatkan manajemen tetapi “Kami di daerah menghadapi kendala anggaran … ada banyak hal yang perlu diperbaiki. Itu hal wajar dalam menyesuaikan sistem.”

“Semakin banyak warga yang mengumpulkan dan memilah sampah sebelum diangkut ke fasilitas daur ulang, namun permasalahan di fasilitas tersebut kini menjadi kendala,” tutur I Ketut Suardika, Ketua Organisasi Masyarakat Jagra Palemahan, kepada Unearthed. (Dda)

 

Posting Komentar

0 Komentar