KONFLIK ANTARA BUAYA, HARIMAU DAN MASYARAKAT LOKAL MAKIN SERING TERJADI DI WILAYAH INDONESIA

Animalifenews.com - Potensi konflik manusia dan hewan liar di Indonesia terus meningkat. Mulai dari buaya, harimau hingga beruang telah memasuki kawasan permukiman masyarakat lokal di beberapa daerah di Indonesia. Hewan-hewan tersebut tidak hanya mengancam hewan ternak namun juga dapat membahayakan nyawa warga setempat. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di seluruh daerah di Indonesia terus aktif menerima laporan masyarakat.      

Foto. Anak Buaya-RRI.co.id

BKSDA Provinsi Maluku telah mengevakuasi buaya muara (Crocodylus Porosus) sepanjang 4,5 meter di Desa Waisarisa, Kabupaten Seram Bagian Barat. “Petugas kami di Resor KSDA Piru menerima laporan masyarakat yang awalnya diterima oleh Polsek Waisarisa bahwa telah terjerat seekor buaya yang berukuran panjang kurang lebih 4,5 meter di sekitar pemukiman daerah Waisarisa,” kata Polisi Kehutanan BKSDA Maluku Seto di Ambon, Senin (14/10).

Seperti ditulis dilaman antaranews.com, untuk mengantisipasi bahaya yang ditimbulkan oleh buaya tersebut dikarenakan ukurannya yang besar dan berada di dekat pemukiman masyarakat, Kapolsek dan Petugas Resort Piru memutuskan untuk mengevakuasi buaya tersebut.

Proses evakuasi berlangsung lancar, meskipun memerlukan ketelitian dan kehati-hatian mengingat ukuran buaya yang cukup besar. “Saat ini, buaya tersebut berada di Polsek Waisarisa untuk selanjutnya ditangani oleh pihak yang berwenang,” ujarnya.

Sementara itu, seperti ditulis laman RRI.co.id, Warga kecamatan Mentaya Hilir Selatan menyerahkan seekor anak buaya ke BKSDA setempat. Buaya jenis muara ini hasil tangkapan nelayan yang sempat menghilang beberapa waktu lalu namun berhasil diamankan warga kembali.

Kepala BKSDA Resort Kotim, Muriansah, Senin (14/10) mengungkapkan, buaya tersebut telah diserahkan beberapa hari lalu dan kini sedang diamankan di markas Manggala Agni sambil menunggu petunjuk lebih lanjut untuk dievakuasi.

"Kami mendapat pemberitahuan akan adanya seekor anak buaya berukuran sekitar 60 cm berhasil diamankan warga,  di kelurahan Basirih Hilir, karena itu kami segera melakukan penjemputan, dan saat ini masih disimpan di.markas," kata Muriansah.

Sementara itu, masih terkait penanganan buaya, berdasarkan berita Tribratanews.jabar.polri.go.id, Polres Cianjur mendesak BKSDA Jawa Barat untuk segera merelokasi buaya dari Kampung Gunung Calung, Kawasan Jebrod Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur.

Desakan ini muncul menyusul kejadian jebolnya tembok dinding penangkaran buaya di kampung tersebut akibat hujan deras pada Rabu, (2/10) malam. Kejadian ini mengakibatkan sejumlah buaya dari penangkaran milik Pujianto atau Ko Nuyan kabur ke pemukiman warga dan persawahan di sekitar lokasi penangkaran.

Meskipun 5 dari 80 buaya yang kabur berhasil ditangkap kembali dan diamankan di penangkaran di Sukabumi, kejadian ini menimbulkan kepanikan di Cianjur dan viral di media sosial.

Kapolres Cianjur, AKBP Rohman Yonky Dilatha, menyatakan, pihaknya mendesak pemilik penangkaran buaya dan BKSDA agar segera merelokasi buaya tersebut, mengingat kondisi cuaca saat ini sudah memasuki musim penghujan. “Tentunya kita harus mengambil langkah-langkah preventif, supaya kekhawatiran itu tidak tejadi,” ungkap Rohman seperti ditulis laman Tribratanews.jabar.polri.go.id.

Hindari Serangan Harimau

Dari Sumatra Barat, BKSDA Sumatera Barat terpaksa membangun tiga unit kandang komunal di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam guna melindungi ternak warga dari serangan harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae).

Foto.Kandang Komunal-antaranews.com


Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar Rusdiyan P Ritonga di Lubuk Basung, Rabu (9/10), mengatakan tiga kandang komunal itu dibangun di Marambuang, Nagari atau Desa Baringin, Sipinang Nagari Tigo Koto Sipinang dan Tantaman Nagari Ampek Koto Palembayan. "Tiga kandang komunal ini dibangun tahun ini dan proses pembangunan sedang berlangsung," katanya.

Ia mengatakan kandang komunal di Marambuang dengan ukuran 6X25 meter untuk 12 ternak kerbau milik empat warga. Sedangkan di Sipinang berukuran 7,5X20 meter untuk 27 ekor kerbau milik 18 warga. Untuk di Tantaman akan dibangun di daerah yang teridentifikasi rawan konflik.

"Kita masih menunggu kesiapan dari masyarakat Tantaman dan apabila sudah siap, maka langsung bangun," katanya.

Ia mengatakan pembangunan kandang komunal itu dilakukan secara swakelola oleh pemilik ternak. Sementara seluruh bahan berupa kawat berduri, semen, atap seng dan lainnya berasal dari dukungan Program Yayasan Sintas Indonesia.

 "Pembangunan secara swakelola dan bahan bangunan merupakan dukungan dari Yayasan Sintas Indonesia," katanya.

Ia mengakui kandang komunal itu dibangun pada lokasi konflik harimau dengan manusia yang terjadi semenjak beberapa bulan lalu yang mengakibatkan ternak warga luka dan mati.

Kandang komunal itu berfungsi sebagai tiger proof enclosure (kandang anti serangan harimau), karena kandang diberi kawat berduri setinggi tiga meter. Dengan kondisi itu, kata dia, harimau kesulitan untuk masuk ke kandang dan ternak terlindung dari serangan satwa liar.

Biodiversity Team Yayasan Sintas Indonesia Tengku Lidra menambahkan kandang komunal yang dibangun di tiga nagari di Kecamatan Palembayan ini merupakan program kedua dari Yayasan ini.

Beruang Madu

Sementara itu, Warga Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dihebohkan oleh kemunculan seekor beruang madu di pemukiman mereka.

Seperti ditulis kliksamarinda.com, peristiwa ini terungkap setelah warga merekam keberadaan hewan dilindungi ini sedang mencari makan di belakang rumah mereka pada Minggu, (13/10).

Muhammad Taufik, Ketua RT 09 Desa Batuah, menjelaskan bahwa meskipun wilayah tersebut tercatat sebagai habitat beruang madu, warga selama ini hanya melihat jejak hewan tersebut, baru kali ini melihat secara langsung.

“Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada warga yang terancam. Namun, kita tetap menjaga kemungkinan yang akan terjadi dan menjaga keberlangsungan dari makhluk tersebut. Jangan sampai nanti ada warga merasa terancam, membahayakan dirinya juga beruangnya,” ujar Taufik.

Berdasarkan analisis BKSDA Kalimantan Timur, kemunculan beruang madu ini dipicu oleh kerusakan habitat yang sudah beralih fungsi menjadi pertambangan batu bara.

Sebelum kejadian ini, seekor beruang madu juga terekam kamera CCTV di SPBU KM 19 Desa Batuah, melintas di depan SPBU menuju ke perkebunan warga di belakang SPBU. (DDA) 

Posting Komentar

0 Komentar