Animalifenews.com - PENYELUNDUPAN hewan langka asal Indonesia lewat Bandara Soekarno Hatta (Soeta) nampaknya tidak pernah sepi. Para pelakunya pun melibatkan Warga Negara Asing (WNA) seperti yang terjadi pada pekan lalu di Bandara tersebut. Petugas Bea Cukai Soeta bekerja sama dengan Aviation Security (Avsec) Bandara, BKSDA Jakarta, dan Balai Karantina Soeta kembali menggagalkan penyelundupan tiga ekor primata langka melalui barang bawaan penumpang tujuan Dubai, Uni Emirat Arab. Penindakan dilakukan pada Kamis (29/8) terhadap seorang WNA asal Mesir berinisial GMA (36).
Foto.Bandara Soekarno Hatta-flickr.com |
Sebelumnya, pada Juli 2024, Bea Cukai juga berhasil menangkap seorang WNA asal India RM (56) yang berusaha menyelundupkan beberapa ekor burung Cendrawasih ke negaranya. Modus yang digunakannya dengan menyamarkan burung tersebut dengan mainan dan cemilan kemasan.
Foto.Owa Siamang-gibbonesia.com |
Menurut Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, penindakan bermula dari informasi intelijen adanya upaya penyelundupan satwa primata melalui Bandara Soeta. Petugas kemudian melakukan pemantauan dan mencurigai sebuah koper penumpang dalam rute penerbangan Jakarta (CGK)-Dubai (DXB). Atas kecurigaan tersebut petugas segera melakukan penindakan terhadap koper dan melakukan pemanggilan terhadap penumpang.
“Saat pemeriksaan terhadap
koper yang turut disaksikan oleh penumpang, kami mendapati 1 ekor primata jenis
owa siamang (Symphalangus syndactylus) dan 2 ekor owa ungko (Hylobates
agilis). Hewan tersebut disembunyikan dalam kardus dan sangkar bambu
kemudian disamarkan dengan makanan dan pakaian. Selanjutnya, penumpang dan
barang bukti pun segera kami amankan ke Kantor Bea Cukai Soeta untuk
pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya dalam laman beacukai.go.id.
Dalam pemeriksaan, GMA
mengaku mendapatkan primata langka tersebut melalui seorang penyedia satwa
langka di Indonesia dengan tujuan diperdagangkan di Dubai, Uni Emirat Arab. Ia
juga mengaku telah lama aktif melakukan jual-beli satwa langka dari berbagai negara
terutama Asia, untuk kemudian dipasarkan di Timur Tengah dan Afrika.
Berdasarkan bukti permulaan
dan alat bukti yang memadai, kasus ini telah dinaikan statusnya ke tahap
penyidikan dan menetapkan GMA sebagai tersangka. Tersangka diduga melakukan
tindak pidana kepabeanan pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan
ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Selain
itu Ia juga diduga melanggar pasal 87 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina
Hewan, Ikan dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman pidana maksimal 3 tahun dan
denda maksimal Rp3 miliar.
Kini terhadap barang bukti 3
ekor primata telah dititiprawatkan ke BKSDA Jakarta. Gatot menjelaskan, jenis
hewan tersebut termasuk ke dalam hewan yang dilarang untuk ditangkap dan
diperjualbelikan dalam segala bentuk perdagangan internasional dan terdaftar
dalam status genting oleh International Union for Conservation of Nature-UN (IUCN)
Red List. Di Indonesia, owa siamang dan owa ungko memiliki status konservasi
terancam dan ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi sesuai UU Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, junto
lampiran PermenLHK P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang
Dilindungi.
“Bea Cukai Soekarno-Hatta
berkomitmen untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam menjaga kelestarian
fauna Indonesia, terutama terhadap satwa langka yang rawan dijadikan obyek
perdagangan ilegal. Kami juga mengajak masyarakat untuk turut aktif berperan,
dengan tidak menangkap maupun memperjualbelikan satwa yang dilindungi”, pungkas
Gatot.
Evakuasi 59 Satwa Liar
Sementara itu, seperti diberitakan laman antaranews.com, Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Cirebon, Jawa Barat, telah mengevakuasi 59 satwa liar dari berbagai jenis selama Januari sampai Agustus 2024 untuk nantinya dilepaskan ke habitat alaminya.
Polisi Kehutanan BKSDA Resor
Cirebon Dede Hermawan di Cirebon, Jumat, menyampaikan evakuasi ini merupakan
hasil dari partisipasi masyarakat yang aktif menyerahkan satwa liar kepada
pihak berwenang.
“Evakuasi ini tidak hanya
dari hasil temuan kami, tetapi juga dilakukan melalui penyerahan sukarela dari
masyarakat yang semakin menyadari pentingnya melestarikan satwa liar,” ujarnya.
Dede menjelaskan satwa-satwa
yang dievakuasi tersebut sebagian besar berasal dari perdagangan ilegal.
Setelah diterima, hewan itu kemudian menjalani karantina untuk mendapatkan
perawatan medis yang tepat.
Selain itu, pihaknya bekerja
sama dengan Polresta Cirebon sudah menyita enam satwa dilindungi dari para
pelaku yang melakukan aktivitas perdagangan hewan ilegal di Kabupaten Cirebon.
(DDA)
0 Komentar